LIMA PULUH YANG BERMAKNA

Dipublikasikan tanggal 03 June 2014

LIMA PULUH YANG BERMAKNA

Angka 50 memiliki makna penting dalam perjalanan sejarah umat Allah, baik bangsa Israel maupun Gereja Perdana. Bangsa Israel mengenal Tahun Yobel (יובל) yakni tahun ke-50 atau jubilee dalam bahasa Inggris. Mereka juga mengenal Pesta Tujuh Minggu, yang dirayakan pada hari ke-50 sesudah pesta Paskah. Gereja Perdana mengenal hari Pentakosta, yang dirayakan pada hari ke-50 sesudah kebangkitan Kristus. Mungkin sudah tiba saatnya bagi umat Paroki St. Lukas untuk memetik pesan dari ketiga hari raya ini supaya momentum Pentakosta 2014 tidak berlalu begitu saja tanpa greget!

Tahun Yobel

Secara rinci informasi seputar perayaan Tahun Yobel dapat dibaca di kitab Imamat bab 25. Perayaan Tahun Yobel dimulai dengan Hari Raya Pendamaian (yom kippur), yang ditandai dengan peniupan sangkakala (shofar), yakni terompet dari tanduk domba jantan. Tanduk dombat jantan atau domba jantan dalam bahasa Ibrani disebut yobel, dan mungkin itulah sebabnya perayaan lima puluh tahunan ini disebut Tahun Yobel.

Sangkakala dalam Perjanjian Lama sering dikaitkan dengan kemenangan seperti yang terjadi ketika bangsa Israel menaklukkan kota Yerikho (bdk. Yos 6). Peniupan sangkakala pada hari yom kippur, yang memulai Tahun Yobel tidak hanya menjadi tanda dimulainya perayaan, melainkan juga seruan kemenangan. Pekik kemenangan ditandai dengan tiga hal yaitu: pembebasan para budak, pengembalian tanah garapan kepada pemilik yang berhak, dan pembebasan tanah dari penggarapan atau penanaman.

Bangsa Israel pernah menjadi budak di tanah Mesir tanpa kebebasan dan tanpa harta. Ketika mereka sampai di tanah terjanji, Yosua membagi-bagi tanah di antara suku-suku bangsa Israel, sehingga masing-masing memiliki tanah garapan sendiri, sedangkan tanah adalah tetap milik Allah. Setiap pria dewasa menjadi penggarap tanah. Jika seorang pria menjadi miskin dan terpaksa menjual sebagian atau seluruh tanah garapannya, jual beli itu hanya menyangkut hak garapan dan bukan hak milik atas tanah dan bersifat sementara. Pada Tahun Yobel hak garapan tanah harus kembali kepada penggarap yang sah. Demikian pula halnya bila seseorang menjual dirinya ke dalam perbudakan, itu pun hanya bersifat sementara. Ketika tiba Hari Raya Pendamaian di Tahun Yobel, ia kembali menjadi manusia merdeka.

Dengan demikian makna dari perayaan Tahun Yobel yang paling utama adalah keadilan dan keberpihakan kepada kaum lemah. Karena Tahun Yobel adalah juga tahun Sabat, tanah harus dibebaskan dari penggarapan atau penanaman. Tanah diberi istirahat supaya dapat menghasilkan lebih baik di tahun-tahun berikutnya. Tahun Yobel juga mengingatkan manusia bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya.

Pesta Tujuh Minggu

Pesta Tujuh Minggu dalam bahasa Ibrani disebut  Shavuot (שבועות) atau Feast of Weeks dalam bahasa Inggris. Tujuh minggu setelah pesta Paskah dirayakan pesta panen gandum. Pada hari itu persembahan panen gandum pertama dibawa ke Bait Allah sebagai kurban. Allah adalah pemilik tanah dan bangsa Israel hanyalah penggarap-penggarapnya, sehingga sudah selayaknya hasil bumi pertama diperuntukkan kepada Allah sebagai tanda ucapan syukur (bdk. Ul 26:2). Informasi mengenai Pesta Tujuh Minggu dapat dibaca di kitab Bilangan bab 28 dan kitab Ulangan bab 16.

Selain itu lama-kelamaan pesta tujuh minggu diberi nilai rohani yang lebih dalam. Tujuh minggu setelah bangsa Israel meninggalkan Mesir, mereka tiba di Sinai (bdk Kel 19:1), dan di Sinai mereka mengikat perjanjian dengan Allah. Maka Pesta Tujuh Minggu juga dikaitkan dengan perjanjian Sinai.

Apa makna Pesta Tujuh Minggu? Bangsa Israel mengucapkan syukur kepada Allah yang sudah begitu bermurah hati. Mereka pun mengulangi tekad mereka untuk menjadi umat Allah yang setia terhadap perjanjian dengan cara mendengarkan dan melaksanakan segala firman Tuhan (bdk Kel 24:7)

Pentakosta

Kata Yunani pentecoste (πεντηκοστή) pada mulanya adalah sebutan untuk Pesta Tujuh Minggu yang dipakai oleh kelompok Yahudi Helenis, yang berarti hari ke-50. Namun di Kis 2 diceritakan bahwa pada hari Pentakosta pertama setelah Yesus bangkit, Roh Kudus dicurahkan atas para rasul. Oleh sebab itu gejala-gejala alam yang terjadi pada hari itu mengingatkan akan peristiwa Sinai di Kel 19.

Roh Kudus turun dalam rupa lidah-lidah api dan para murid yang menerima Roh Kudus mulai berbicara dalam bahasa-bahasa asing. Pengarang Kis ingin menekankan dua hal dalam peristiwa ini: Roh Kudus membuat para rasul berani mewartakan Injil dan pewartaan Injil bersifat universal. Dengan demikian amanat penulis yang harus dipetik dari cerita ini adalah bahwa pengikut Kristus harus berani mewartakan Injil kepada siapa pun. 

Quo Vadis Paroki Santo Lukas?

Pada hari Minggu tanggal 8 Juni Gereja merayakan Hari Raya Pentakosta. Ada beberapa hal dari paparan di atas mungkin masih harus terus-menerus menjadi refleksi umat Paroki St. Lukas.

1. Perikeadilan dan keberpihakan kepada kaum lemah (semangat Tahun Yobel)

Gereja tidak boleh tinggal diam ketika melihat realitas ketidakberdayaan kaum lemah. Persoalan ini senantiasa menghimpit kehidupan manusia. Kita tidak mungkin mampu mengentaskan atau menghapus masalah ini dalam kehidupan sehari-hari. Namun kita perlu membangun habitus untuk membantu yang lemah agar bisa keluar dari kungkungan hidupnya sampai akhirnya mereka memperoleh keadilan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

2. Cinta lingkungan (semangat Tahun Yobel)

Umat Katolik harus memiliki komitmen kuat untuk ikut menjaga lingkungan dengan kegiatan penghijauan. Kasih terhadap Allah dapat diwujudkan melalui kepedulian terhadap lingkungan. Perlu ada komitmen untuk menyatukan rasa, gerak, dan hati untuk terus melestarikan lingkungan.

3. Syukur kepada Allah (semangat Pesta Tujuh Minggu)

Mengucap syukur kepada Tuhan haruslah menjadi wujud atau cara hidup umat Kristen yang telah menerima anugerah keselamatan dari Allah melalui penebusan Yesus Kristus. Kita mengucap syukur bukan karena kita telah diberkati dengan kelimpahan jasmani, tetapi lebih dari pada itu, karena kita telah menerima pengampunan yang tidak selayaknya kita terima. Oleh karena itu, apapun hidup yang sedang kita jalani, susah atau senang, dalam penderitaan atau penganiayaan, kelaparan atau ancaman bahaya maut sekalipun, kita terima dengan ucapan syukur bahwa itu semua adalah bagian dari proses untuk memperkaya dan memurnikan iman kita kepada Yesus. Melalui pergumulan-pergumulan itu, kita bisa melihat kasih Allah yang makin nyata dalam hidup kita dan kita semakin memuliakan namaNya.

4. Kesetiaan kepada Allah (semangat Pesta Tujuh Minggu)

Yesus bersabda, "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.” (Lukas 16:10). Hal ini perlu kita buktikan dalam kehidupan kita. Memang untuk mencapainya perlu perjuangan. Kita belajar dari kehidupan Tuhan Yesus, dimana Dia begitu setia, bahkan setia sampai mati di kayu salib.

5. Semangat mewartakan Injil (semangat Pentakosta)

Sifat misioner Gereja berasal dari perutusan Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus. Allah Bapa mengasihi semua orang dan menginginkan agar semua orang selamat ( 1Tim 2:4). Kita harus bersemangat mewartakan Injil di mana pun kita berada, karena Allah mengasihi setiap orang dan menghendaki keselamatannya. Allah Bapa melaksanakan penyelamatan-Nya dengan cara mengutus Sang Putra. Keselamatan Allah yang terlaksana melalui Kristus harus diwartakan oleh Gereja kepada segala bangsa di segala zaman. Hari Pentakosta menandai kelahiran Gereja. Karena Roh Kudus Gereja mewartakan Injil kepada segala bangsa sampai ke ujung bumi (Kis 1:8)

Roh Kudus adalah roh pembaharu. Kita sudah mendapatkan pencurahan Roh Kudus pada saat pembaptisan demi pengampunan dosa. Kita juga kembali mendapat pencurahan roh Kudus pada saat menerima Sakramen Krisma sehingga kita diutus menjadi saksi Kristus yang sejati. St Paulus menghimbau, “Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh.” (Gal 5:25) Hidup kita harus senantiasa diperbaharui oleh Roh. Semoga Hari Pentakosta tahun ini menjadi momentum pembaharuan semua umat Katolik!