Ini Aku, Utuslah Aku!

Dipublikasikan tanggal 20 May 2013

INI AKU, UTUSLAH AKU!

Tahun 2013 ini akan ditandai dengan pergantian pengurus lingkungan, wilayah, dan paroki St. Lukas. Banyak orang mulai mengeluhkan betapa sulitnya mencari seorang pengurus gereja. Maklumlah Jakarta kota yang penuh dengan kesibukan, sehingga sulit mencari orang yang bersedia meluangkan waktunya untuk melayani di gereja. Namun sesulit apa pun mencari seorang pengurus gereja, tentu kita tidak boleh melupakan janji Yesus bahwa Dia akan menyertai kita sampai akhir zaman! Oleh sebab itu pemilihan pengurus gereja jangan mengandalkan prinsip “yang penting ada yang mau”, karena bagaimana pun juga gereja baru bisa berkembang dengan baik apabila dipimpin oleh pengurus-pengurus yang tepat.

Tulisan ini tidak berusaha menentukan kriteria-kriteria apa yang diharapkan dari seorang pengurus lingkungan. Gereja bukan negara! Pengurus-pengurus gereja bukanlah pejabat-pejabat pemerintahan. Mereka juga tidak mendapat gaji, bagaimana mungkin ditetapkan kriteria yang muluk-muluk? Pada dasarnya setiap umat Katolik mendapat pengutusan untuk menjadi saksi Kristus karena mereka telah menerima Roh Kudus, seperti ucapan Yesus sebelum dia naik ke surga, “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi. “ (Kis 1:8)

Dapat dipastikan bahwa setiap umat Katolik berhak untuk dipilih menjadi pengurus gereja seperti juga mereka berhak untuk memilih pengurus gereja.

 

Tulisan ini ingin mengupas sedikit tentang kriteria-kriteria yang dituntut dari seorang pengurus gereja pada zaman para rasul. Ada dua teks Kitab Suci yang akan dibahas di sini: 1 Tim 3:1-7 dan Tit 1:5b-9. Dalam klasifikasi Alkitab 1 Tim, 2 Tim, dan Tit disebut sebagai surat-surat pastoral artinya surat-surat yang berisi hal-hal yang berhubungan dengan penggembalaan jemaat.

Kita mulai dengan 1 Tim 3:1-7 dengan judul perikop “Syarat-syarat bagi Penilik Jemaat”:

Benarlah perkataan ini: "Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah." Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, bukan peminum, bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang, seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah? Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman Iblis. Hendaklah ia juga mempunyai nama baik di luar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis.

Sedang Tit 1:5b-9 berbunyi sebagi berikut:

… supaya engkau menetapkan penatua-penatua di setiap kota, seperti yang telah kupesankan kepadamu,  yakni orang-orang yang tak bercacat, yang mempunyai hanya satu isteri, yang anak-anaknya hidup beriman dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak senonoh atau hidup tidak tertib. Sebab sebagai pengatur rumah Allah seorang penilik jemaat harus tidak bercacat, tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah, melainkan suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya.

Membaca dua perikop yang hampir mirip ini, kita dapat menentukan kriteria seorang penilik jemaat atau penatua, yang bertugas membantu para rasul menggembalakan jemaat:

  • Memiliki reputasi yang baik: tanpa cela (bukan berarti harus sempurna karena tidak ada manusia yang sempurna), memiliki nama baik dalam masyarakat, berkelakuan baik, baik hati.

  • Mampu mengendalikan diri: disiplin, tidak suka mabuk-mabukan, tidak suka berkelahi, tidak sombong, tidak pemarah, tulus hati.

  • Memiliki moral yang baik: tidak mata duitan, jujur, suka akan hal-hal yang baik, “suci"

  • Memiliki hati yang mengasihi: lemah lembut, cinta damai, suka menerima orang di dalam rumahnya.

  • Memiliki keluarga yang baik: monogami, tahu mengatur rumah tangga dengan baik, mampu mendidik anak-anak, mempunyai anak-anak yang takut kepada Allah (Tit 1: 6).

  • Memiliki iman yang dewasa: bukan orang yang baru saja menjadi Kristen, teruji (1Tim 3:10), berpegang teguh pada ajaran Gereja (1Tim 3:9) sehingga mampu menasihati orang berdasarkan ajaran yang benar (Tit 1:10).

  • Mampu mengajar orang lain: bisa mengajar orang, bijaksana, adil

Bagaimana cara memilih pengurus gereja yang tepat? Paulus memberi himbauan dalam 1Tim 3:10

Mereka juga harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat.

Ternyata memilih pengurus gereja harus melalui fit and proper test, jangan asal memenuhi prinsip: pokoknya ada yang bersedia! Hati-hati juga terhadap para calon pengurus gereja yang terlalu ambisius. Sejarah pengutusan para nabi dalam Perjanjian Lama membuktikan seorang utusan Allah biasanya menolak dulu tugas pelayanan yang diberikan kepadanya, karena bermacam-macam alasan: merasa tidak pantas karena berdosa atau bergaul dengan orang-orang berdosa (Yes 6:5), atau merasa tidak pandai berbicara dan masih muda (Yer 1:6) atau takut melihat tugas pelayanan yang berat (Yeh 2:10). Namun tidak ada yang bisa lari dari kejaran Allah.

Firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya. (Yes 55:11)

Kalau kita sudah dipilih Allah, beranikah kita lari? Tidak mungkin karena firman Allah akan mengejar kita kemana pun kita lari dan bersembunyi, sehingga jawaban kita yang terakhir adalah seperti jawaban Yesaya,

“Ini aku, utuslah aku!” (Yes 6:8)

Selamat melayani!

Artikel Terkait:

Selamat Datang Dewan Paroki Pleno Paroki St. Lukas 2013-2016