Surat Keluarga Mei 2013

Dipublikasikan tanggal 02 May 2013

SURAT KELUARGA MEI 2013

Korupsi Bisa Dimulai dari Keluarga 

Keluarga-keluarga di Keuskupan Agung Jakarta,

Salam sejahtera..kita telah memasuki bulan Mei, di mana banyak orang akan mengunjungi tempat-tempat ziarah Maria dan berdoa bersama Sang Bunda yang selalu menjadi perantara setiap doa kita. Saya ingin berdoa bersama Anda dan Sang Bunda untuk segala kebaikan setiap keluarga kita di Keuskupan tercinta ini. Semoga rahmat keibuan Bunda memampukan kita selalu berada dalam situasi rahmat Allah Yang Maharahim. Amin

Melihat situasi Negara kita beberapa dekade ini, korupsi menjadi salah satu ciri khas bangsa dan berita yang tak pernah berhenti dikupas, karena melanda semua kalangan dan  akhirnya menjadi berita yang biasa. Semakin lama, bentuk, macam, dan jumlah korupsi semakin banyak dan seakan-akan fenomena alamiah dan manusiawi. Apakah hal ini akan terus terjadi dan semakin menjadi-jadi?

Setiap hari orang mencemooh para koruptor dan membicarakan mereka di media-media masa, sementara banyak orang juga pada waktu yang sama melakukannya dengan bentuk dan jumlah yang berbeda. Korupsi uang, waktu, kesempatan, dan bahkan korupsi milik orang lain yang lemah. Fenomena ini juga dilakukan tak terbatas pada agama, ras, suku, tingkat ekonomi, dan profesi. Siapa yang masih bisa jujur dan adil sekarang ini?

Mari melihat kehidupan keluarga kita. Sering kali kita menabur benih benih kecurangan sejak anak-anak kita berada di bawah pengasuhan kita. Kehidupan rumah tangga kita telah memperkenalkan dan bahkan mempraktekkan korupsi dengan cara yang halus sampai cara yang paling kasar.

Kita sering membuat manipulasi di rumah, melalui kata-kata yang tidak jujur, bersikap tidak adil pada anggota keluarga, atau menggunakan fasilitas rumah tangga dengan sembarangan. Anak-anak bisa menyaksikan bagaimana orangtuanya tidak masuk kerja dan membuat surat dokter palsu. Mereka juga ada yang terbiasa berbohong dengan menyampaikan pesan palsu “Mama atau Papa tidak ada di rumah..”.

Benih-benih korupsi, kolusi, atau nepotisme (KKN) memang ditaburkan di rumah. Pelajaran pertama berlangsung sangat halus dan mungkin tidak sejelas pencurian. Akan tetapi, anggota keluarga telah dibiasakan menggunakan cara-cara tidak jujur untuk menyelesaikan persoalan dalam hidup mereka. Tindakan korupsi bisa dimulai dari keputusan untuk membolos, memakai uang sekolah untuk bermain games, bahkan sampai kerjasama untuk memanipulasi harga barang yang dibeli dengan menyebutkan nominal yang tidak benar untuk memakai “uang kembalian”.

Iman sebagai orang-orang Katolik mengambil risiko menjadi “lain” di antara banyak orang yang merasa biasa dengan tindakan korupsi dan pembohongan. Kita harus mempunyai ideal dan cita-cita yang tinggi untuk menjunjung kebenaran dan tidak merugikan banyak orang yang lemah. Melalui latihan yang praktis dalam hidup keluarga sehari-hari, kita bisa membiasakan anggota keluarga untuk bersikap jujur dan tidak mencari keuntungan sendiri.

Surat pertama St. Petrus menyebutkan demikian: “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri.” (I Pet. 5:2) Pengabdian dan kerelaan membantu sesama adalah keutamaan yang dijunjung tinggi oleh pengikut Kristus, maka kita pun perlu terus memperjuangkan nilai ini sebagai bentuk kesaksian yang asli.

Sungguh indah menyaksikan seorang anak mengembalikan barang yang ditemukannya di kelas. Menyenangkan melihat setiap anak sekolah berusaha keras untuk berlaku jujur dalam menyelesaikan soal-soal ujiannya dan tidak suka membolos. Pencatatan yang teliti dan terbuka untuk setiap transaksi keuangan, bahkan untuk keperluan kecil di rumah, bisa menjadi cara efektif untuk membiasakan budaya anti korupsi dan anti ketidakadilan.

Keluarga-keluarga Katolik yang terkasih, mari kita sempurnakan hidup kita, bukan hanya dengan mengevaluasi orang lain yang melakukan kejahatan korupsi, kolusi, dan nepotisme, melainkan juga mau memulai segala sesuatunya dari dunia kecil keluarga kita. Kita budayakan suatu cara hidup yang lebih adil, tangguh, mencintai proses, dan tentu saja mengimani bahwa Allah melihat segala sesuatu yang kita lakukan setiap saat. Semoga Dia membantu kita untuk mewujudkan dunia kita yang lebih baik lagi. Amin

Salam Keluarga Kudus,

Rm.Alexander Erwin MSF