KEMBALINYA SANG PENYELAMAT SAKRAMEN MAHAKUDUS

Dipublikasikan tanggal 19 May 2017

KEMBALINYA SANG PENYELAMAT SAKRAMEN MAHAKUDUS

Dia Datang Kembali dengan Sakramen Mahakudus

Pada tahun 2014 Martin Baani masih merupakan seorang seminaris, tetapi dia mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan Sakramen Mahakudus, lalu melarikan diri dari kampung halamannya Karamlesh. Pada tanggal 6 Agustus 2014, Baani, yang saat itu berusia 24 tahun, menerima panggilan telepon dari salah seorang temannya. Dia menerima kabar bahwa kampung tetangga telah jatuh ke tangan ISIS dan Karamlesh segera menyusul.

Segera, anak muda ini bergegas pergi ke gereja San Addai dan mengambil Sakramen Mahakudus supaya tidak dinistakan oleh para serdadu ISIS. Kemudian pada hari itu juga, Baani melarikan diri dari Karamlesh beserta pastor parokinya, P. Thabet dan tiga orang imam lainnya. Di tengah ancaman ISIS, Baani memilih untuk tetap tinggal di Irak daripada beremigrasi dengan seluruh keluarganya ke Amerika Serikat. Dia pun menetap di Seminari Santo Petrus yang terletak di Erbil, ibukota Kurdistan Irak.

Baani menyelesaikan studinya pada bulan September 2016 dan ditahbiskan sebagai imam beserta enam orang diakon lainnya. Badan kepausan ACN (Aid to the Church in Need) melaporkan bahwa tahbisan tersebut dihadiri oleh 500 orang dan dipimpin oleh Patriarkh Gereja Timur Kaldea, Mgr. Louis Raphaël Sako. Pada hari itu  dalam homili pertamanya P. Martin Baani menyatakan rasa syukurnya.

Beberapa bulan sebelum tahbisan, Baani memberi pernyataan kepada ACN, “Setiap hari saya mengunjungi kamp-kamp pengungsi Kristen untuk menemani keluarga-keluarga di sana. Kami sama-sama adalah pengungsi Kristen. ISIS ingin menumpas agama Kristen di Irak, tetapi saya memilih untuk bertahan. Saya mengasihi Yesus dan saya tidak ingin sejarah kekristenan di Irak terhapuskan.”

Dua tahun setelah Karamlesh dibebaskan dari kendali teroris ISIS, P. Baani kembali ke kampung halamannya juga dengan Sakramen Mahakudus, tetapi kali ini dia tampil sebagai imam yang melayani umatnya dan gereja. Dia sangat bersukacita karena kembali dapat merayakan misa di Irak.

“Ketika ISIS hampir menguasai kampung kami, kami terpaksa melarikan diri. Saya adalah orang terakhir yang meninggalkan Karamlesh, dengan Sakramen Mahakudus di tangan saya. Sekarang saya ingin menyampaikan kepada mereka (ISIS) bahwa saya telah kembali. Saya adalah pastor pertama yang memberkati umat di gereja di kampung halaman saya,” demikian pernyataan P. Baani.

Pada saat ini ACN sedang merencanakan pembangunan kembali kurang lebih 13 ribu rumah ibadah Kristen yang dihancurkan oleh ISIS. Pada hari Minggu Palem bulan lalu, 105 rumah ibadah di kampung Bartella, Karamlesh dan Qaradosh menerima tanaman palem sebagai simbol perdamaian dan rekonsiliasi.